IRI POSITIF
Iri yang bersifat positif memang diperbolehkan, bahkan berlomba-lomba dalam kebaikan juga diperbolehkan...
Ciri Iri Positif.
Iri yang positif, maka semua pernyataan dan tindakan yg dilakukanpun akan positif. Bahkan memuji dan menghargai orang yang di iri tersebut dengan setulus hati...
Iri yang positif bisa juga disebut meneladani atau memodel keunggulan orang lain untuk di instal ke dalam diri.....
Itulah Iri yang positif...
Iri adalah perasaan yang dilarang dalam ajaran agama. Namun ada iri yang diperbolehkan. Yakni, iri ingin mendapatkan kenikmatan yang diperoleh orang lain yang kenikmatan itu dipergunakan dalam kebaikan, sehingga menambah rasa iri atau mengimpi-impikannya. Nah, iri yang demikian diperbolehkan.
Bagaimanakah maksud pernyataan itu? Berikut hadits-hadits yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari Abdullah bin Mas‘ud RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal: (iri terhadap) orang yang dikaruniai Allah dengan harta kemudian membelanjakannya dalam kebenaran dan (iri terhadap) orang yang dikaruniai Allah dengan ilmu kemudian mengamalkannya dan mengajarkannya’.” (Muttafaq ‘Alaih).
Jadi iri yang dibolehkan ternyata ada 2 macam, yaitu orang kaya dan orang berilmu dengan syarat:
1. Kaya digunakan untuk kebaikan.
2. Berilmu (pandai) dan mengajarkannya kepada orang lain.
Terhadap dua orang itu kita boleh iri.
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Ilmu bab Sukacita dengan Ilmu dan Pengetahuan, kitab Zakat, dan lain-lain. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Keutamaan Orang yang Mengamalkan Al-Qur’an dan Mengajarkannya.
Hasud atau iri hati itu sangat berbahaya, dan harus dijauhi. Karena, motif penyakit hasad ini adalah keinginan hilangnya kenikmatan yang diperoleh orang atau pihak lain. Caranya, dengan mengusik dengan perbuatan atau sekadar bersumpah serapah. Perbuatan ini jelas-jelas diharamkan dalam Islam.
Namun ada hasud yang dibolehkan oleh agama, yakni iri ingin mendapatkan kenikmatan yang diperoleh orang lain yang kenikmatan itu dipergunakan dalam kebaikan sehingga menambah rasa iri atau mengimpi-impikannya.
Hal demikianlah yang diterangkan oleh Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, yakni dibolehkannya kita mengimpikan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi karunia harta dan ilmu. Begitulah bentuk syukur orang-orang yang mendapatkan keduanya dari Allah SWT. Mereka yang diberi harta mensyukurinya dengan menginfakkan hartanya di jalan yang Allah ridhai, sedangkan mereka yang diberi ilmu mensyukurinya dengan mengamalkan dan mengajarkannya.
Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal: (iri terhadap) orang yang dikaruniai Al-Qur’an dan mengamalkannya siang dan malam dan (iri terhadap) orang yang dikaruniai harta dan menginfakkannya siang dan malam.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Tauhid dan kitab Keutamaan Al-Qur’an bab Bersukacitanya Orang yang Mendapatkan Al-Qur’an. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Keutamaan Orang yang Mengamalkan Al-Qur’an dan Mengajarkannya.
Hadits ini mengandung petikan pelajaran yang senada dengan hadits pertama. Namun secara khusus, hadits ini menyebutkan keutamaan orang yang membaca dan memahami Al-Qur’an lalu mengamalkan dalam kehidupan serta mengajarkannya bagi yang lain.
Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan, “Orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin datang mengadu kepada Rasulullah SAW, mereka berkata, ‘Orang-orang yang punya banyak harta mendapatkan kedudukan yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.’
Rasulullah bertanya, ‘Mengapa demikian?’
Mereka menjawab, ‘Mereka memang shalat seperti juga kami dan mereka berpuasa seperti juga kami. Namun mereka bersedekah sedangkan kami tidak dan mereka membebaskan budak sedangkan kami tidak.’
Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Maukah kalian jika aku memberi tahu kalian tentang sesuatu yang kalian terima dan dapat melampaui mereka dan kalian berada dalam garda terdepan bagi orang-orang setelah kalian serta tak ada yang lebih utama daripada kalian semua kecuali orang yang mengerjakan apa yang kalian lakukan ini?’
Mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’
Lalu beliau berkata, ‘Hendaklah kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap usai shalat masing-masing sebanyak 33 kali.’
Setelah itu mereka kembali menghadap Rasulullah SAW, dan mengadu, ‘Saudara-saudara kami orang-orang kaya itu mendengar apa yang telah kami lakukan, lalu mereka pun turut melakukannya juga.’
Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya’.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Doa-doa bab Doa setelah Shalat. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Dibolehkannya Dzikir setelah Shalat dan Penjelasan Sifat Dzikir.
Hadits ini menggambarkan kegigihan para sahabat Rasulullah SAW dalam berlomba-lomba melakukan segala amalan kebaikan. Sikap iri yang mereka tunjukkan di hadapan Rasulullah semata-mata iri untuk dapat berperan dalam segala kebajikan yang balasannya berlipat ganda.
Ada beberapa petikan pelajaran menarik dari hadits ini.
Iri yang bersifat positif memang diperbolehkan, bahkan berlomba-lomba dalam kebaikan juga diperbolehkan...
Ciri Iri Positif.
Iri yang positif, maka semua pernyataan dan tindakan yg dilakukanpun akan positif. Bahkan memuji dan menghargai orang yang di iri tersebut dengan setulus hati...
Iri yang positif bisa juga disebut meneladani atau memodel keunggulan orang lain untuk di instal ke dalam diri.....
Itulah Iri yang positif...
Iri adalah perasaan yang dilarang dalam ajaran agama. Namun ada iri yang diperbolehkan. Yakni, iri ingin mendapatkan kenikmatan yang diperoleh orang lain yang kenikmatan itu dipergunakan dalam kebaikan, sehingga menambah rasa iri atau mengimpi-impikannya. Nah, iri yang demikian diperbolehkan.
Bagaimanakah maksud pernyataan itu? Berikut hadits-hadits yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dari Abdullah bin Mas‘ud RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal: (iri terhadap) orang yang dikaruniai Allah dengan harta kemudian membelanjakannya dalam kebenaran dan (iri terhadap) orang yang dikaruniai Allah dengan ilmu kemudian mengamalkannya dan mengajarkannya’.” (Muttafaq ‘Alaih).
Jadi iri yang dibolehkan ternyata ada 2 macam, yaitu orang kaya dan orang berilmu dengan syarat:
1. Kaya digunakan untuk kebaikan.
2. Berilmu (pandai) dan mengajarkannya kepada orang lain.
Terhadap dua orang itu kita boleh iri.
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Ilmu bab Sukacita dengan Ilmu dan Pengetahuan, kitab Zakat, dan lain-lain. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Keutamaan Orang yang Mengamalkan Al-Qur’an dan Mengajarkannya.
Hasud atau iri hati itu sangat berbahaya, dan harus dijauhi. Karena, motif penyakit hasad ini adalah keinginan hilangnya kenikmatan yang diperoleh orang atau pihak lain. Caranya, dengan mengusik dengan perbuatan atau sekadar bersumpah serapah. Perbuatan ini jelas-jelas diharamkan dalam Islam.
Namun ada hasud yang dibolehkan oleh agama, yakni iri ingin mendapatkan kenikmatan yang diperoleh orang lain yang kenikmatan itu dipergunakan dalam kebaikan sehingga menambah rasa iri atau mengimpi-impikannya.
Hal demikianlah yang diterangkan oleh Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, yakni dibolehkannya kita mengimpikan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi karunia harta dan ilmu. Begitulah bentuk syukur orang-orang yang mendapatkan keduanya dari Allah SWT. Mereka yang diberi harta mensyukurinya dengan menginfakkan hartanya di jalan yang Allah ridhai, sedangkan mereka yang diberi ilmu mensyukurinya dengan mengamalkan dan mengajarkannya.
Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal: (iri terhadap) orang yang dikaruniai Al-Qur’an dan mengamalkannya siang dan malam dan (iri terhadap) orang yang dikaruniai harta dan menginfakkannya siang dan malam.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Tauhid dan kitab Keutamaan Al-Qur’an bab Bersukacitanya Orang yang Mendapatkan Al-Qur’an. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Keutamaan Orang yang Mengamalkan Al-Qur’an dan Mengajarkannya.
Hadits ini mengandung petikan pelajaran yang senada dengan hadits pertama. Namun secara khusus, hadits ini menyebutkan keutamaan orang yang membaca dan memahami Al-Qur’an lalu mengamalkan dalam kehidupan serta mengajarkannya bagi yang lain.
Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan, “Orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin datang mengadu kepada Rasulullah SAW, mereka berkata, ‘Orang-orang yang punya banyak harta mendapatkan kedudukan yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.’
Rasulullah bertanya, ‘Mengapa demikian?’
Mereka menjawab, ‘Mereka memang shalat seperti juga kami dan mereka berpuasa seperti juga kami. Namun mereka bersedekah sedangkan kami tidak dan mereka membebaskan budak sedangkan kami tidak.’
Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Maukah kalian jika aku memberi tahu kalian tentang sesuatu yang kalian terima dan dapat melampaui mereka dan kalian berada dalam garda terdepan bagi orang-orang setelah kalian serta tak ada yang lebih utama daripada kalian semua kecuali orang yang mengerjakan apa yang kalian lakukan ini?’
Mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’
Lalu beliau berkata, ‘Hendaklah kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap usai shalat masing-masing sebanyak 33 kali.’
Setelah itu mereka kembali menghadap Rasulullah SAW, dan mengadu, ‘Saudara-saudara kami orang-orang kaya itu mendengar apa yang telah kami lakukan, lalu mereka pun turut melakukannya juga.’
Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya’.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Doa-doa bab Doa setelah Shalat. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shalat bab Dibolehkannya Dzikir setelah Shalat dan Penjelasan Sifat Dzikir.
Hadits ini menggambarkan kegigihan para sahabat Rasulullah SAW dalam berlomba-lomba melakukan segala amalan kebaikan. Sikap iri yang mereka tunjukkan di hadapan Rasulullah semata-mata iri untuk dapat berperan dalam segala kebajikan yang balasannya berlipat ganda.
Ada beberapa petikan pelajaran menarik dari hadits ini.
- Pertama, jalan dan cara menuju kebaikan itu banyak dan beragam.
- Kedua, karunia yang Allah Azza Wajalla berikan kepada hamba-Nya itu begitu besar, yang mana setiap pemberian itu juga mengandung pahala, sesuai perbuatan yang dilakukan atas pemberian itu dan cara mensyukurinya.
- Ketiga, hadits ini menjelaskan keutamaan berdzikir selain bershalawat dan anjuran untuk membiasakan dzikir.
- Keempat, anjuran bagi orang kaya agar dalam mengejar rahmat Allah Ta‘ala tidak mengandalkan sebahagian harta yang diinfakkannya saja, tapi juga dengan selalu melaksanakan ibadah-ibadah lainnya.
- Kelima, bagi mereka yang miskin, hendaknya dengan hadits ini mereka terdorong untuk mencari harta, sehingga mereka juga terdorong untuk mencapai keutamaan berinfak dengan harta yang diperolehnya.
- Keenam, kemudahan memperoleh karunia dari Allah Azza Wajalla adalah ujian, sebagaimana juga kesulitan untuk mendapatkannya, sehingga seorang yang beriman hendaknya bersabar di kala sulit dan bersyukur di kala mudah. Subhanallah....
Labels:
Tausyiah
Thanks for reading Iri Hati yang Positif dan dibolehkan. Please share...!
0 Comment for "Iri Hati yang Positif dan dibolehkan"