CERITA HUMOR :
Dari KTB
Sepulang dari ziarah walisongo, Kang Wagiman (K W) di tanya ama tetangganya, yang biasa dipanggil Wak Abu (W A).
Tawasul atau washilah menurut bahasa ialah “sesuatu yang dapat mendekatkan kepada yang lain“. Tawasul (washilah) dimaknai secara singkat adalah “jalan”
Jalan yang dimaksud di sini tentulah bukan yang dimaksud dengan jalan raya atau tempat kita menempatkan kaki untuk berjalan. Hal ini sama dengan istilah langit, kursi yang kita temukan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan Allah Azza wa Jalla bukanlah yang dimaksud dengan langit bumi atau kursi tempat duduk yang dapat kita indera dengan panca indera kita seperti dengan mata (penglihatan)
Wasilah, langit, kursi adalah sesuatu yang termasuk hal ghaib atau dimensi batin, karena tidak dapat diindera dengan alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), ataupun alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba).
Kita meyakini bahwa Baginda Rasulullah pasti mengetahui tentang hal ghaib atau dimensi batin, termasuk mengetahui tentang washilah, kursi, langit
Disisi lain, Syaikh Ibnu Baz berfatwa bahwa “seseorang yang berkeyakinan Rasulullah mengetahui hal ghaib maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar” Periksa fatwa beliau, contohnya pada http://fatwaulama-online.blogspot.com/2008/03/hukum-orang-yang-meyakini-bahwa.html
Fatwa seperti itu merupakan sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman adalah salah menurut apa yang kami pahami. Allah ta’ala mennyampaikan bahwa Rasulullah mengetahui hal ghaib walaupun sedikit sebagaimana firmanNya yang artinya
“Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. Al Jin [72]: 26-27).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 )
Dalam tulisan kali ini, kita akan mencoba menguraikan masalah tawasul atau washilah yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam agama Islam
Para ulama memahami washilah ini berbeda-beda pendapat namun intinya mereka bersepakat bahwa washilah adalah sesuatu yang dibenarkan dan dianjurkan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firmanNya yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Pengertian Tawassul
Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara atau jalan atau cara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.
Jadi tawassul merupakan perantara, jalan doa untuk menuju/sampai kepada Allah SWT.
Ada yang bertanya kenapa kita harus bertawasul dalam berdoa sedangkan kita dijanjikan Allah Azza wa Jalla akan mengabulkan segala permohonan hambaNya sebagaimana firmanNya yang artinya
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS Al Baqarah [2]:1860 )
Kadang kita dalam memahami ayat seperti ( QS Al Baqarah[2]:186 ) mengambil hanya sebagaian dari ayat itu yakni “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku“. Sehingga sebagian muslim, ketika selesai berdoa, seolah-olah “menagih janji” Allah swt berdasarkan apa yang dipahaminya itu.
Padahal ayat itu menjelaskan jalan/cara/syarat agar Allah ar Rahmaan ar Rahiim mengabulkan doa hambaNya.
Doa agar sampai kepada Allah Azza wa Jalla atau terkabul harus memperhatikan “adab berdoa”
Adab berdoa yang utama adalah bagaimana kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla di terangkan dalam ayat itu juga yakni “hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Mereka yang lebih “didengar” doanya adalah adalah orang-orang yang istiqomah di jalan yang lurus yakni jalan orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS Al Fatihah [1]: 6-7 )
Kita semua berdoa setiap hari minta petunjukNya akan ”jalan yang lurus” namun seolah-olah tidak berupaya agar permintaan / doa itu terlaksana.
Kenyataannya sebagian muslim hanya sebatas meminta / berdoa saja tanpa upaya atau tidak pernah tahu apa upaya yang harus dilakukan terhadap permintaan / doa tersebut, atau malah tidak pernah merasa meminta / berdoa walaupun melaksanakan sholat 5 waktu.
Ketidaktahuan itu terjadi karena tidak mengikuti nasehat para ulama sebagai contoh nasehat ulama kita terdahulu seperti Wali Songo dalam syair lagu “obat hati” dimana mereka menasehatkan “Obat hati ada lima perkara, Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya“
PetunjukNya semua ada dalam Al-Qur’an dan jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk kita dengan mengetahui maknanya atau dengan memahaminya .
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Orang-orang sholeh (sholihin) dan muslim dengan derajat/tingkatan orang sholeh itu ada yang masih hidup dan ada pula yang sudah meninggal sedangkan para Shiddiqin dan para Syuhada adalah mereka yang mendapatkan derajat tersebut setelah wafat.
Kita bisa minta tolong orang lain yang menurut kita termasuk orang-orang sholeh atau orang-orang yang dekat di sisi Allah Azza wa Jalla karena kita meyakini bahwa do’a mereka lebih “didengar” oleh Allah Azza wa Jalla daripada do’a yang disampaikan oleh kita sendiri dengan syarat kita harus yakin bahwa sesungguhnya yang mengabulkan doa/permintaan adalah Allah ta’ala semata. Orang-orang sholeh hanyalah sebagai washilah atau jalan. Inilah salah satu bertawasul.
Kalau kita mau berdoa langsung kepada Allah Azza wa Jalla maka kitapun harus memenuhi adab berdoa itu atau bertawasul
Bertawasul yang paling sederhana adalah dengan sholawat.
Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi SAW, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“.
Bertawasul yang lain adalah sebelum berdoa meng”hadiah”kan bacaan al fatihah untuk orang-orang sholeh umumnya untuk yang telah wafat. Ini termasuk bertawasul dengan amal kebaikan/sholeh kita.
Ada beberapa cara bertawasul antara lain
Hadits dengan sanad bagus riwayat ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, bahwa Rasulullah menyebutkan dalam doanya (bertawasul dengan para nabi): “Dengan haq Nabimu dan para Nabi-Nabi sebelumku“
Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Anas bahwa ketika para shahabat kepayahan karena ketiadaan air, Umar bin Khaththab ber-istisqa’ lewat ‘Abbas bin Abdil Muththalib, beliau berdoa: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan Nabi kami dan Engkau memberu hujan kami. Dan kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan!”
Hadits riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, Umar bin Khaththab mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
Tawasul adalah pembuka (jalan/wasilah) doa atau Tawasul merupakan adab berdoa.
Tawassul adalah sebab (cara, sarana) yang dilegitimasi oleh syara’ sebagai sarana dikabulkannya permohonan seorang hamba.
Tawassul dengan para Nabi, orang-orang sholeh atau para wali diperbolehkan baik di saat mereka masih hidup atau mereka sudah meninggal. Karena mukmin yang bertawassul tetap berkeyakinan bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan mendatangkan bahaya secara hakiki kecuali Allah Azza wa Jalla.
Para Nabi dan orang-orang sholeh atau para wali tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan hamba karena kemuliaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah Azza wa Jalla.
Allah Azza wa Jalla sendiri yang menyampaikan tentang kemulian dan ketinggian derajat mereka dalam (QS Ali Imran [3]: 169 ) yang artinya ”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah berkomentar dlm kitabnya Al-Kawakib Al Durriyah juz 2 hal. 6 yaitu:
“Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati seperti yg dianggap sebagian orang. Jelas shohih hadits riwayat sebagian sahabat bahwa telah diperintahkan kpd orang2 yg punya hajat di masa Kholifah Utsman untuk bertawasul kpd nabi setelah beliau wafat (berdo’a dan bertawasul di sisi makam Rosulullah) kemudian mereka bertawasul kpd Rosulullah dan hajat mereka terkabul, demikian diriwayatkan al-Thabary”
Para Nabi tentu termasuk Rasulullah pemimpin para Nabi, para Shiddiiqiin, para Syuhada dan orang-orang sholeh mereka hidup disisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana yang disampaikan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya tentang para Syuhada
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Siapakah orang-orang sholeh atau para wali ?
Mereka adalah muslim yang sholeh atau muslim yang terbaik atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) yakni muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati/keimananan atau muslim yang selalu setiap saat yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat setiap perbuatan.
Sebagaimana yang diriwayatkan berikut
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”
Barangsiapa mengakui wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam maka ia berhak mendapatkan syafa’at beliau pada hari kiamat.
Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ayyasy berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al Munkadir dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berdo’a setelah mendengar adzan: ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA’WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA’IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB’ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA’ADTAH (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan) ‘. Maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” (HR Bukhari)
Kitapun tanpa disadari telah bertawasul dengan orang-orang sholeh atau bersholawat kepada orang-orang sholeh setiap hari dengan mengucapkan
Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
“Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh”.
Masihkah kita mengingkari bertawasul ?
Wassalam
MUTIARA ZUHUD
NB.
HAKIKAT TAWASUL adalah penyelarasan frekwensi kesadaran pribadi kita dengan frekwensi ruhaniah atau NUR Allah yang berada di dalam diri orang tersebut. Jadi bukan pada sisi zahiriahnya tetapi pada sisi batiniahnya. (Mas Edy..)
Dari KTB
Sepulang dari ziarah walisongo, Kang Wagiman (K W) di tanya ama tetangganya, yang biasa dipanggil Wak Abu (W A).
- (W A), eh, kang, dari ziarah wali ya kang?
- (K W) ya neh Wak, alhamdulillah.
- (W A) kang, meskipun wali kalo uda mati ya uda ga bisa ngapa2in, kalo mau berkah, mau minta keselametan, mau minta pertolongan langsung ama Allah kang, langsung ama Allah, langsung ama Allah (di ulangi ampe tigak kali).. Kalao gak langsung ama Allah, syrik kang.
- (K W) cuma hanya senyum saja..
- Singkat cerita, sore harinya kebetulan W A dan K W ketemu lagi di pinggir kali yang di belakang rumah mereka, K W sedang mau mancing, tiba-tiba jebuur... W A terpeleset dan kecebur kali, parahnya lagi W A tidak bisa berenang, W A pun treak-treak K W tolong - tolong.. Tolong - tolong...
- K W cuma melongo sambil bilang , Kalau mau minta keselamatan, mau minta tolong langsung ama Allah, langsung ama Allah, langsung ama Allah (diulangi mpe 3 kali) Kalau gak, bisa syrik...
- Hehehehe..
Tawasul atau washilah menurut bahasa ialah “sesuatu yang dapat mendekatkan kepada yang lain“. Tawasul (washilah) dimaknai secara singkat adalah “jalan”
Jalan yang dimaksud di sini tentulah bukan yang dimaksud dengan jalan raya atau tempat kita menempatkan kaki untuk berjalan. Hal ini sama dengan istilah langit, kursi yang kita temukan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan Allah Azza wa Jalla bukanlah yang dimaksud dengan langit bumi atau kursi tempat duduk yang dapat kita indera dengan panca indera kita seperti dengan mata (penglihatan)
Wasilah, langit, kursi adalah sesuatu yang termasuk hal ghaib atau dimensi batin, karena tidak dapat diindera dengan alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), ataupun alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba).
Kita meyakini bahwa Baginda Rasulullah pasti mengetahui tentang hal ghaib atau dimensi batin, termasuk mengetahui tentang washilah, kursi, langit
Disisi lain, Syaikh Ibnu Baz berfatwa bahwa “seseorang yang berkeyakinan Rasulullah mengetahui hal ghaib maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar” Periksa fatwa beliau, contohnya pada http://fatwaulama-online.blogspot.com/2008/03/hukum-orang-yang-meyakini-bahwa.html
Fatwa seperti itu merupakan sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman adalah salah menurut apa yang kami pahami. Allah ta’ala mennyampaikan bahwa Rasulullah mengetahui hal ghaib walaupun sedikit sebagaimana firmanNya yang artinya
“Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. Al Jin [72]: 26-27).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 )
Dalam tulisan kali ini, kita akan mencoba menguraikan masalah tawasul atau washilah yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam agama Islam
Para ulama memahami washilah ini berbeda-beda pendapat namun intinya mereka bersepakat bahwa washilah adalah sesuatu yang dibenarkan dan dianjurkan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firmanNya yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Pengertian Tawassul
Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara atau jalan atau cara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.
Jadi tawassul merupakan perantara, jalan doa untuk menuju/sampai kepada Allah SWT.
- Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
- Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya dan. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
- Tawassul merupakan salah satu cara atau jalan dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo’a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di tempat-tempat mustajab seperti Maqam Ibrahim, Multazam, Raudoh, dll. Berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh.
Ada yang bertanya kenapa kita harus bertawasul dalam berdoa sedangkan kita dijanjikan Allah Azza wa Jalla akan mengabulkan segala permohonan hambaNya sebagaimana firmanNya yang artinya
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS Al Baqarah [2]:1860 )
Kadang kita dalam memahami ayat seperti ( QS Al Baqarah[2]:186 ) mengambil hanya sebagaian dari ayat itu yakni “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku“. Sehingga sebagian muslim, ketika selesai berdoa, seolah-olah “menagih janji” Allah swt berdasarkan apa yang dipahaminya itu.
Padahal ayat itu menjelaskan jalan/cara/syarat agar Allah ar Rahmaan ar Rahiim mengabulkan doa hambaNya.
Doa agar sampai kepada Allah Azza wa Jalla atau terkabul harus memperhatikan “adab berdoa”
Adab berdoa yang utama adalah bagaimana kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla di terangkan dalam ayat itu juga yakni “hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Mereka yang lebih “didengar” doanya adalah adalah orang-orang yang istiqomah di jalan yang lurus yakni jalan orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS Al Fatihah [1]: 6-7 )
Kita semua berdoa setiap hari minta petunjukNya akan ”jalan yang lurus” namun seolah-olah tidak berupaya agar permintaan / doa itu terlaksana.
Kenyataannya sebagian muslim hanya sebatas meminta / berdoa saja tanpa upaya atau tidak pernah tahu apa upaya yang harus dilakukan terhadap permintaan / doa tersebut, atau malah tidak pernah merasa meminta / berdoa walaupun melaksanakan sholat 5 waktu.
Ketidaktahuan itu terjadi karena tidak mengikuti nasehat para ulama sebagai contoh nasehat ulama kita terdahulu seperti Wali Songo dalam syair lagu “obat hati” dimana mereka menasehatkan “Obat hati ada lima perkara, Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya“
PetunjukNya semua ada dalam Al-Qur’an dan jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk kita dengan mengetahui maknanya atau dengan memahaminya .
- “Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” (QS. Al Baqarah [2] : 2 )
- “Dengan kitab (Al-Qur’an) itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS Al Maa’idah. [5]:16 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Orang-orang sholeh (sholihin) dan muslim dengan derajat/tingkatan orang sholeh itu ada yang masih hidup dan ada pula yang sudah meninggal sedangkan para Shiddiqin dan para Syuhada adalah mereka yang mendapatkan derajat tersebut setelah wafat.
Kita bisa minta tolong orang lain yang menurut kita termasuk orang-orang sholeh atau orang-orang yang dekat di sisi Allah Azza wa Jalla karena kita meyakini bahwa do’a mereka lebih “didengar” oleh Allah Azza wa Jalla daripada do’a yang disampaikan oleh kita sendiri dengan syarat kita harus yakin bahwa sesungguhnya yang mengabulkan doa/permintaan adalah Allah ta’ala semata. Orang-orang sholeh hanyalah sebagai washilah atau jalan. Inilah salah satu bertawasul.
Kalau kita mau berdoa langsung kepada Allah Azza wa Jalla maka kitapun harus memenuhi adab berdoa itu atau bertawasul
Bertawasul yang paling sederhana adalah dengan sholawat.
Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi SAW, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“.
Bertawasul yang lain adalah sebelum berdoa meng”hadiah”kan bacaan al fatihah untuk orang-orang sholeh umumnya untuk yang telah wafat. Ini termasuk bertawasul dengan amal kebaikan/sholeh kita.
Ada beberapa cara bertawasul antara lain
Hadits dengan sanad bagus riwayat ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, bahwa Rasulullah menyebutkan dalam doanya (bertawasul dengan para nabi): “Dengan haq Nabimu dan para Nabi-Nabi sebelumku“
Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Anas bahwa ketika para shahabat kepayahan karena ketiadaan air, Umar bin Khaththab ber-istisqa’ lewat ‘Abbas bin Abdil Muththalib, beliau berdoa: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan Nabi kami dan Engkau memberu hujan kami. Dan kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan!”
Hadits riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, Umar bin Khaththab mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
- “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, dia bermunajat: “Wahai Rabb-ku, aku memohon kepada-Mu dengan lewat haq-Muhammad ketika Engkau mengampuni kesalahanku.”
- Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana engkau tahu tentang Muhammad sementara Aku belum menciptakannya?”
- Adam menjawab: “Wahai Rabb-ku, karena ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu (kekuasaan-Mu) dan meniupkan ruh di jasadku dari ruh-Mu, aku mengangkat kepalaku dan aku melihat di tiang-tiang ‘Arsy tertulis La ilaha illallah, Muhammad Rasulallah, dan aku tahu Engkau tidak akan menyandarkan nama-Mu kecuali kepada makhluk yang paling Engkau kasihi.”
- Allah kembali berfirman: “Benar wahai engkau Adam, karena sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai; dan jika engkau memohon kepada-Ku lewat dengan haq-nya Aku akan mengampunimu. Andai bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu. ”
Tawasul adalah pembuka (jalan/wasilah) doa atau Tawasul merupakan adab berdoa.
Tawassul adalah sebab (cara, sarana) yang dilegitimasi oleh syara’ sebagai sarana dikabulkannya permohonan seorang hamba.
Tawassul dengan para Nabi, orang-orang sholeh atau para wali diperbolehkan baik di saat mereka masih hidup atau mereka sudah meninggal. Karena mukmin yang bertawassul tetap berkeyakinan bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan mendatangkan bahaya secara hakiki kecuali Allah Azza wa Jalla.
Para Nabi dan orang-orang sholeh atau para wali tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan hamba karena kemuliaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah Azza wa Jalla.
Allah Azza wa Jalla sendiri yang menyampaikan tentang kemulian dan ketinggian derajat mereka dalam (QS Ali Imran [3]: 169 ) yang artinya ”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah berkomentar dlm kitabnya Al-Kawakib Al Durriyah juz 2 hal. 6 yaitu:
“Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati seperti yg dianggap sebagian orang. Jelas shohih hadits riwayat sebagian sahabat bahwa telah diperintahkan kpd orang2 yg punya hajat di masa Kholifah Utsman untuk bertawasul kpd nabi setelah beliau wafat (berdo’a dan bertawasul di sisi makam Rosulullah) kemudian mereka bertawasul kpd Rosulullah dan hajat mereka terkabul, demikian diriwayatkan al-Thabary”
Para Nabi tentu termasuk Rasulullah pemimpin para Nabi, para Shiddiiqiin, para Syuhada dan orang-orang sholeh mereka hidup disisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana yang disampaikan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya tentang para Syuhada
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Siapakah orang-orang sholeh atau para wali ?
Mereka adalah muslim yang sholeh atau muslim yang terbaik atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) yakni muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati/keimananan atau muslim yang selalu setiap saat yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat setiap perbuatan.
Sebagaimana yang diriwayatkan berikut
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”
Barangsiapa mengakui wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam maka ia berhak mendapatkan syafa’at beliau pada hari kiamat.
Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ayyasy berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al Munkadir dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berdo’a setelah mendengar adzan: ALLAHUMMA RABBA HAADZIHID DA’WATIT TAMMAH WASHSHALAATIL QAA’IMAH. AATI MUHAMMADANIL WASIILATA WALFADLIILAH WAB’ATSHU MAQAAMAM MAHMUUDANIL LADZII WA’ADTAH (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah jannjikan) ‘. Maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” (HR Bukhari)
Kitapun tanpa disadari telah bertawasul dengan orang-orang sholeh atau bersholawat kepada orang-orang sholeh setiap hari dengan mengucapkan
Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
“Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh”.
Masihkah kita mengingkari bertawasul ?
Wassalam
MUTIARA ZUHUD
NB.
HAKIKAT TAWASUL adalah penyelarasan frekwensi kesadaran pribadi kita dengan frekwensi ruhaniah atau NUR Allah yang berada di dalam diri orang tersebut. Jadi bukan pada sisi zahiriahnya tetapi pada sisi batiniahnya. (Mas Edy..)
Labels:
Tawassul
Thanks for reading Bertawasullah. Please share...!
0 Comment for "Bertawasullah"