Dikisahkan dalam hadits shahih. Rasulullah mendapat kabar dari Malaikat Jibril, bahwa ada seorang hamba yang hidup di sebuah gunung yang berada di tengah-tengah laut.� Di sana ada buah-buahan yang menjadi bahan makanan, ada air jernih yang menjadi bahan kehidupan dan ada apa yang menjadi kebutuhannya. Tidak ada yang dikerjakan oleh hamba itu kecuali shalat. Hamba itu berdoa kepada Allah, meminta agar dimatikan ketika sedang dalam keadaan sujud. Allah mengabulkan permohonannya. Pada hari kebangkitan, Allah memerintahkan malaikat: "Masukkan hamba-Ku itu ke dalam surga dengan rahmat-Ku!" Hamba itu berkata: "Ya Tuhan, masukkan aku ke surga karena amalku!" Allah mengulanginya sampai tiga kali, dan hamba itu masih ngotot ingin masuk surga karena amalnya. Maka Allah memerintahkan kepada malaikat: "Timbang amal-amalnya dengan nikmat-Ku!" Dan ternyata setelah ditimbang, satu kenikmatan mata lebih berat daripada ibadah hamba itu selama 500 tahun, belum lagi nikmat-nikmat jasad yang lain. Lalu Allah berkata kepada malaikat: "Tarik dia masukkan ke dalam neraka!" Hamba itu menyeru: "Ya Tuhan, dengan rahmat-Mu masukkan aku ke dalam surga!"
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat (nikmat) satu rahmat dari padanya diturunkan Nya dan dibagi-bagi diantara jin, manusia, hewan-hewan besar dan kecil. Dengan rahmat yang satu itu, semua makhluk tersebut. Saling sayang menyayangi dan kasih mengasihi. Dengan rahmat yang satu itulah seekor keledai liar menyayangi anaknya. Adapun rahmat yang 99 lagi disediakan Allah SWT buat kehidupan di akhirat. Dengan rahmat yang 99 itulah Allah akan mengasihi hambaNya pada hari kiamat”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam Redaksi yang lain Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dalam Redaksi yang lain lagi Rasulullah bersabda :
Sesungguhnya Allah ketika menciptakan (Rahmat) kasih sayang, Dia menciptakannya 100 bagian. Disimpan-Nya 99 bagian di sisi-Nya, dan Dia memberikan untuk untuk seluruh makhluk-Nya satu bagian. (HR. Thabrani)
Bahkan Rasulullah masuk surga semata karena RahmatNya. Dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadis yang menyebutkan:
Dari jabir, ia berkata: saya pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: "Amal saleh seseotang diantara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah." (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Dalam riwayat lain bunyinya begini:
Dari Abi Hurairah, ia berkata:
Rasulullah Saw. telah bersabda: "Amal saleh seseorang diantara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga."
Mereka (para sahabat) bertanya, "Hai Rasulullah, tidak pula engkau?"
Rasulullah menjawab, "Tidak pula aku kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku."
(Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Allah berfirman :
21. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. An Nuur :21-22)
Menggapai Kesayangan Langit
Salah satu kebutuhan asasi manusia adalah kebutuhan untuk dihargai dan disayangi. Orang yang kering dari kasih sayang maka kemungkinan besar hidupnya akan kering pula dari kebahagiaan. Mengapa demikian? Sebab manusia lahir ke dunia ini karena kasih sayang. Alam pertama yang dihuni oleh seorang manusia adalah rahim ibunya. Penggunaan kata rahim, yang seakar dengan kata ‘rahmah’ tentu bukan sesuatu yang kebetulan. Terdapat jalinan kasih sayang yang kuat antara seorang Ibu dengan anak yang dikandungnya. Karena itu, seorang ibu akan lebih sayang kepada anaknya daripada suaminya. Demikian pula seorang anak akan lebih sayang kepada ibunya daripada bapaknya. Hal demikian pula ditunjukkan dalam perilaku hewan misalnya, yang mati-matian melindungi anaknya dari setiap gangguan.
Satu Banding Sembilan Puluh Sembilan
Di luar itu semua, apa yang dianggap sebagai kasih sayang di dunia ini, sejatinya hanyalah 1 % dari kasih sayang yang disiapkan Allah di luar dunia ini. Nabi bersabda:
Sulit membayangkan betapa sepeser (satu persen) kasih sayang yang beredar di dunia ini; yang dibagi oleh sekian ibu yang menyayangi anaknya, kakek nenek yang menyayangi cucunya, kasih sayang antara suami isteri, bahkan kesayangan ibu seekor semut kepada anaknya dan miliaran jenis makhluk hidup lainnya. Sulit pula bahkan mustahil diolah logika betapa besar ukuran dari 99 persen kasih sayang yang disimpan Allah untuk hamba-Nya di akhirat nanti.
Jika demikian, maka berharap untuk mendapatkan atau merasakan kasih sayang di akhirat sewajarnya menjadi target dan cita-cita dari seorang hamba. Bukan hanya karena besarnya wujud kasih sayang tersebut, tetapi juga karena kasih sayang yang dapat dirasakan di dunia ini begitu terbatas. Boleh saja pepatah mengatakan kasih ibu sepanjang jalan dan kasih anak sepenggalan, namun belumlah tentu setiap anak akan merasakan kenikmatan kasih ibu tersebut. Bukankah tidak sedikit anak yang ditinggal mati atau ditinggal hidup oleh ibunya sendiri sejak kecil? Bukankah pula kasih sayang yang beredar di lingkungan kehidupan manusia tidak jarang disusupi oleh ketidakjujuran dan pengkhianatan? Jangan lagi kasih sayang yang diberikan oleh kolega-kolega politik di mana kasih sayang berimbang dengan kepentingan. Manakala kepentingan bertabrakan, sirna pulalah kasih sayangnya.
Menyayang di Bumi, Disayang di Langit
Dengan demikian, maka tumpuan harapan dari kehausan akan kasih sayang manusia hanya akan terpuaskan manakala dia mendapatkan lagi kasih sayang yang hakiki di akhirat kelak. Persoalannya adalah bagaiamana cara mendapatakan kasih sayang yang hakiki tersebut. Di sini patut direnungkan sebuah hadis Nabi saw., yang berbunyi:
Jadi, cara dan upaya yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kasih sayang yang hakiki adalah dengan mengeluarkan modal berupa menyayangi siapa pun yang ada di bumi ketika hidup. Hadis di atas memposisikan diri sebagai hukum sebab akibat. Artinya, ketika seseorang tidak memiliki dan tidak mengusahakan menyayang ketika di bumi, maka jangan berharap dirinya akan mendapatkan kasih sayang di kehidupan berikutnya. Sebaliknya, siapapun yang telah mengusahakan dan menabur benih kasih sayang ketika hdupnya di dunia, maka patut dia berharap mendapatkan kasih sayang yang sejati di akhirat kelak.
Siapa yang Harus Disayang?
Lalu, siapakah yang harus disayangi di bumi ini? Apakah sebagian saja atau seluruhnya? Atau bolehkah seseorang menyayangi musuhnya? Bagaimana dengan adanya perintah Allah misalnya untuk memerangi orang-orang kafir? Argumen yang dapat dikemukakan adalah, benar bahwa seorang muslim diperintahkan memerangi orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin, akan tetapi dalam peperangan itu pun sesungguhnya ada rambu-rambu kasih yang tidak boleh dilanggar. Bukankah terdapat larangan untuk membunuh anak-anak dan wanita dalam perang tersebut. Bukankah pula tidak boleh merusak jenazah atau mencabik-cabiknya? Di luar itu, sesungguhnya perang dan pertempuran hanyalah sesuatu yang sangat darurat sekali untuk dilakukan. Dan pada masa sekarang ini, hampir-hampir tidak ada lagi alasan untuk berperang untuk atas nama agama. Yang ada hanyalah perang karena politik, balas dendam, permusuhan yang tidak perlu, provokasi yang menyesatkan, dan lain-lain, yang tidak mendapatkan pembenaran dari sisi agama.
Salah satu penjelasan dari hadis tentang menyayangi apa yang di ada di bumi adalah keterangan dari Ibn Baththal yang mengatakan bahwa kasih sayang tersebut meliputi seluruh makhluk, baik mukmin, kafir, hewan dengan cara memberi makan, memberi minum, meringankan beban dan tidak menganiaya atau memusuhinya.
Bagaimana Cara Menyayangi?
Salah satu ciri pengamalan kasih sayang diperagakan oleh Nabi saw., Dalam sebuah hadis, Aisyah ra., bercerita sebagai berikut:
Hadis ini memberi gambaran bahwa kasih sayang diberikan kepada siapapun, termasuk anak-anak meski itu bukan anak sendiri. Tradisi yang menganggap remeh dan rendah orang-orang besar yang menunjukkan kasih sayang secara fisik (memeluk, menggendong, mencium) kepada anak kecil bukanlah tradisi yang harus dipetahankan. Bahkan hal tersebut bisa jadi adalah cerminan bahwa kasih sayang dalam hati telah dicabut oleh Allah, karena enggan menyayangi anak kecil.
Hendaknya seorang muslim, memelihara dan menumbuhkembangkan sikap dan sifat kasih sayang dalam dirinya, baik kepada dirinya sendiri, keluarga, orang lain, maupun kepada makhluk selain manusia. Kasih sayang yang menjadi bagian dari perilaku seseorang akan menghantarkannya untuk menggapai kasih sayang Allah yang Maha Kasih dan Maha Sayang.
Referensi : Dr. Saifuddin Zuhri, M.Ag.
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat (nikmat) satu rahmat dari padanya diturunkan Nya dan dibagi-bagi diantara jin, manusia, hewan-hewan besar dan kecil. Dengan rahmat yang satu itu, semua makhluk tersebut. Saling sayang menyayangi dan kasih mengasihi. Dengan rahmat yang satu itulah seekor keledai liar menyayangi anaknya. Adapun rahmat yang 99 lagi disediakan Allah SWT buat kehidupan di akhirat. Dengan rahmat yang 99 itulah Allah akan mengasihi hambaNya pada hari kiamat”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam Redaksi yang lain Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dalam Redaksi yang lain lagi Rasulullah bersabda :
إِنَّ الله خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ رَحْمَةً وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya Allah ketika menciptakan (Rahmat) kasih sayang, Dia menciptakannya 100 bagian. Disimpan-Nya 99 bagian di sisi-Nya, dan Dia memberikan untuk untuk seluruh makhluk-Nya satu bagian. (HR. Thabrani)
Bahkan Rasulullah masuk surga semata karena RahmatNya. Dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadis yang menyebutkan:
Dari jabir, ia berkata: saya pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: "Amal saleh seseotang diantara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah." (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Dalam riwayat lain bunyinya begini:
Dari Abi Hurairah, ia berkata:
Rasulullah Saw. telah bersabda: "Amal saleh seseorang diantara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga."
Mereka (para sahabat) bertanya, "Hai Rasulullah, tidak pula engkau?"
Rasulullah menjawab, "Tidak pula aku kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku."
(Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Allah berfirman :
21. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. An Nuur :21-22)
Menggapai Kesayangan Langit
Salah satu kebutuhan asasi manusia adalah kebutuhan untuk dihargai dan disayangi. Orang yang kering dari kasih sayang maka kemungkinan besar hidupnya akan kering pula dari kebahagiaan. Mengapa demikian? Sebab manusia lahir ke dunia ini karena kasih sayang. Alam pertama yang dihuni oleh seorang manusia adalah rahim ibunya. Penggunaan kata rahim, yang seakar dengan kata ‘rahmah’ tentu bukan sesuatu yang kebetulan. Terdapat jalinan kasih sayang yang kuat antara seorang Ibu dengan anak yang dikandungnya. Karena itu, seorang ibu akan lebih sayang kepada anaknya daripada suaminya. Demikian pula seorang anak akan lebih sayang kepada ibunya daripada bapaknya. Hal demikian pula ditunjukkan dalam perilaku hewan misalnya, yang mati-matian melindungi anaknya dari setiap gangguan.
Satu Banding Sembilan Puluh Sembilan
Di luar itu semua, apa yang dianggap sebagai kasih sayang di dunia ini, sejatinya hanyalah 1 % dari kasih sayang yang disiapkan Allah di luar dunia ini. Nabi bersabda:
إِنَّ الله خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ رَحْمَةً وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya Allah ketika menciptakan kasih sayang, Dia menciptakannya 100 bagian. Disimpan-Nya 99 bagian di sisi-Nya, dan Dia memberikan untuk untuk seluruh makhluk-Nya satu bagian. (HR. Thabrani)
Sulit membayangkan betapa sepeser (satu persen) kasih sayang yang beredar di dunia ini; yang dibagi oleh sekian ibu yang menyayangi anaknya, kakek nenek yang menyayangi cucunya, kasih sayang antara suami isteri, bahkan kesayangan ibu seekor semut kepada anaknya dan miliaran jenis makhluk hidup lainnya. Sulit pula bahkan mustahil diolah logika betapa besar ukuran dari 99 persen kasih sayang yang disimpan Allah untuk hamba-Nya di akhirat nanti.
Jika demikian, maka berharap untuk mendapatkan atau merasakan kasih sayang di akhirat sewajarnya menjadi target dan cita-cita dari seorang hamba. Bukan hanya karena besarnya wujud kasih sayang tersebut, tetapi juga karena kasih sayang yang dapat dirasakan di dunia ini begitu terbatas. Boleh saja pepatah mengatakan kasih ibu sepanjang jalan dan kasih anak sepenggalan, namun belumlah tentu setiap anak akan merasakan kenikmatan kasih ibu tersebut. Bukankah tidak sedikit anak yang ditinggal mati atau ditinggal hidup oleh ibunya sendiri sejak kecil? Bukankah pula kasih sayang yang beredar di lingkungan kehidupan manusia tidak jarang disusupi oleh ketidakjujuran dan pengkhianatan? Jangan lagi kasih sayang yang diberikan oleh kolega-kolega politik di mana kasih sayang berimbang dengan kepentingan. Manakala kepentingan bertabrakan, sirna pulalah kasih sayangnya.
Menyayang di Bumi, Disayang di Langit
Dengan demikian, maka tumpuan harapan dari kehausan akan kasih sayang manusia hanya akan terpuaskan manakala dia mendapatkan lagi kasih sayang yang hakiki di akhirat kelak. Persoalannya adalah bagaiamana cara mendapatakan kasih sayang yang hakiki tersebut. Di sini patut direnungkan sebuah hadis Nabi saw., yang berbunyi:
"مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ" ، وَوَقَعَ عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ : "مَنْ لَا يَرْحَمُ مَنْ فِي الْأَرْضِ لَا يَرْحَمُهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Siapa gerangan yang tidak menyayang maka dia tidak akan disayang.(HR. Bukhari).
Siapa yang tidak menyayang apa yang ada di bumi maka dia tidak akan disayang oleh Siapa yang ada di langit (HR. Thabrani).
Jadi, cara dan upaya yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kasih sayang yang hakiki adalah dengan mengeluarkan modal berupa menyayangi siapa pun yang ada di bumi ketika hidup. Hadis di atas memposisikan diri sebagai hukum sebab akibat. Artinya, ketika seseorang tidak memiliki dan tidak mengusahakan menyayang ketika di bumi, maka jangan berharap dirinya akan mendapatkan kasih sayang di kehidupan berikutnya. Sebaliknya, siapapun yang telah mengusahakan dan menabur benih kasih sayang ketika hdupnya di dunia, maka patut dia berharap mendapatkan kasih sayang yang sejati di akhirat kelak.
Siapa yang Harus Disayang?
Lalu, siapakah yang harus disayangi di bumi ini? Apakah sebagian saja atau seluruhnya? Atau bolehkah seseorang menyayangi musuhnya? Bagaimana dengan adanya perintah Allah misalnya untuk memerangi orang-orang kafir? Argumen yang dapat dikemukakan adalah, benar bahwa seorang muslim diperintahkan memerangi orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin, akan tetapi dalam peperangan itu pun sesungguhnya ada rambu-rambu kasih yang tidak boleh dilanggar. Bukankah terdapat larangan untuk membunuh anak-anak dan wanita dalam perang tersebut. Bukankah pula tidak boleh merusak jenazah atau mencabik-cabiknya? Di luar itu, sesungguhnya perang dan pertempuran hanyalah sesuatu yang sangat darurat sekali untuk dilakukan. Dan pada masa sekarang ini, hampir-hampir tidak ada lagi alasan untuk berperang untuk atas nama agama. Yang ada hanyalah perang karena politik, balas dendam, permusuhan yang tidak perlu, provokasi yang menyesatkan, dan lain-lain, yang tidak mendapatkan pembenaran dari sisi agama.
Salah satu penjelasan dari hadis tentang menyayangi apa yang di ada di bumi adalah keterangan dari Ibn Baththal yang mengatakan bahwa kasih sayang tersebut meliputi seluruh makhluk, baik mukmin, kafir, hewan dengan cara memberi makan, memberi minum, meringankan beban dan tidak menganiaya atau memusuhinya.
Bagaimana Cara Menyayangi?
Salah satu ciri pengamalan kasih sayang diperagakan oleh Nabi saw., Dalam sebuah hadis, Aisyah ra., bercerita sebagai berikut:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ تُقَبِّلُوْنَ الصِّبْيَانَ ؟ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم ( أَو أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ )
“Seorang (Arab Badui) datang kepada Nabi dan berkata: Engkau menciumi anak kecil? Kami tidak mencium anak-anak! Maka Nabi saw., bersabda: Aku tidak bisa membuat kasih sayang dalam hatimu, jika Allah telah mencabutnya.” (HR. Muslim).
Hadis ini memberi gambaran bahwa kasih sayang diberikan kepada siapapun, termasuk anak-anak meski itu bukan anak sendiri. Tradisi yang menganggap remeh dan rendah orang-orang besar yang menunjukkan kasih sayang secara fisik (memeluk, menggendong, mencium) kepada anak kecil bukanlah tradisi yang harus dipetahankan. Bahkan hal tersebut bisa jadi adalah cerminan bahwa kasih sayang dalam hati telah dicabut oleh Allah, karena enggan menyayangi anak kecil.
Hendaknya seorang muslim, memelihara dan menumbuhkembangkan sikap dan sifat kasih sayang dalam dirinya, baik kepada dirinya sendiri, keluarga, orang lain, maupun kepada makhluk selain manusia. Kasih sayang yang menjadi bagian dari perilaku seseorang akan menghantarkannya untuk menggapai kasih sayang Allah yang Maha Kasih dan Maha Sayang.
Referensi : Dr. Saifuddin Zuhri, M.Ag.
0 Comment for "Meraih 99 Rahmat Allah"