“Tiada Kami mengutus Engkau (Muhammad), melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(Q.S. Saba’[34] : 28)
Misi NAQS DNA |
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam[1].
Islam itu sendiri, secara totalitas, merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak karena bersumber dari Yang Mahamutlak. Dengan demikian, segala yang diperintahkan dan diizinkan-Nya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala sesuatu yang dilarang-Nya adalah kebatilan.
Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antarsesama manusia (horizontal). Di dalamnya mencakup dua bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdah yang meliputi tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah ghair mahdah yang meliputi mu’amalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum yang lima yang disebut Ahkam Al-Khamsah, yaitu, wajib, haram, mubah, mandhub, dan makruh. Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syari’ah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut dalam operasionalnya bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dua pokok inilah yang mengatur kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Kemudian dilakukan ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan-persoalan yang tidak terdapat secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, sebagai hasil ketetapan para ulama yang dikodifikasi dalam ilmu fiqih.
Seluruh ajaran tersebut, baik akidah maupun syari’ah dan akhlak, bertujuan membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut, terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.
Atas dasar itulah, muncul diktum Islam sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan fleksible (luas dan luwes) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Sebab, kehidupan duniawi yang baik harus dijadikan media untuk mencapai kehidupan rohani yang baik. Sebaliknya, kehidupan rohani yang baik harus dijadikan media untuk memenuhi kehidupan jasmani yang baik, legal, dan halal serta di bawah ridha Allah. Oleh karena itu, Islam merupakan kekuatan hidup yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan berdampingan dengan tabiat alam, dan merupakan kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani.
Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip keseimbangan (Yin-Yang) dan keharmonisan hidup. Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan, seperti yang diungkapkan Al-Qur’an dengan istilah Fithrah karena sifat fithrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di alam raya, seperti matahari, bulan, planet-planet yang menjadikan bumi berputar secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak dihuni manusia.
Keseimbangan ini merupakan ciri fithrah Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fithrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal dan hati, sebagaimana dalam alam, ada langit dan bumi, siang dan malam, dan sebagainya. Kelestarian alam dan manusia juga terletak pada keseimbangan. Bumi akan tetap ada apabila antara daratan dan lautan, dataran rendah dan gunung-gunung tetap seimbang. Keseimbangan di bumi akan menyeimbangkan pula daya tarik menariknya dengan planet-planet lain sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menghancurkan segalanya. Demikian pula, keseimbangan pada diri manusia. Manusia akan tetap terjaga kesehatannya apabila terjaga keseimbangannya antara bekerja dan istirahat, lahir dan batin, akal dan hati, bekerja dan ibadah, dunia dan akhirat[2].
Keseimbangan dan keharmonisan ajaran Islam mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim pada salah satu pandangan, tidak materialistis, dan tidak pula sosialis. Islam memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada di garis tengah terhadap seluruh realitas kehidupan.
Berbeda dengan agama lainnya yang memisahkan hidup manusia secara tegas bahwa agama hanya berkaitan dengan masalah penyembahan saja. Islam tidak hanya mengetengahkan urusan individu penganutnya, melainkan juga urusan masyarakat, negara, bahkan hubungan antarbangsa.
Islam tidak membedakan ras, suku, dan bangsa. Ia diturunkan Allah untuk seluruh manusia dari bangsa dan golongan mana pun. Orang-orang Barat sering kali menyamakan Islam dengan Arab, seolah-olah Islam itu sama dengan Arab. Padahal keterkaitan Islam dengan Arab hanya terbatas pada sejarah dan bahasa, yaitu Nabi Muhammad SAW., pembawanya, dari Arab dan Al-Qur’an sebagai kitab sucinya diturunkan Allah dalam bahasa Arab. Di luar itu, Islam tidak identik dengan Arab. Ajaran Islam mendorong lahirnya umat multiras, etnik, dan golongan, tetapi memiliki satu kebanggaan yang menyatukan semuanya. Ikatan yang memperkokoh kesatuan dirinya adalah tauhid. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka – jika mereka konsisten – tidak akan melahirkan perpecahan.
Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan, baik kesetaraan gender maupun ras dan etnik. Oleh karena itu, Islam sangat membenci diskriminasi gender dan diskriminasi rasial. Konsep persamaan yang terkandung dalam ajaran Islam melahirkan sikap saling menghargai (demokrasi) yang menjadi salah satu ciri umat Islam. Menghargai orang lain, baik fisik, kondisi maupun pendapatnya juga merupakan salah satu ciri dari demokrasi. Saling menghargai dalam tatanan umat Islam merupakan suatu keharusan yang menjadi ciri dalam komunikasi sehari-hari.
Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup (ekslusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam sangat adaptif terhadap budaya masyarakat, bahkan pada waktu tertentu dapat mengadopsi nilai-nilai budaya (‘urf) sebagai bagian dari ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam merupakan masyarakat yang terbuka dan dinamis serta selalu berorientasi pada masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang menjadi dasar pijakannya.
Agama Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat menjadi pemicu lahirnya ketidakstabilan dan permusuhan antar manusia harus dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan dalam ajaran Islam adalah pemaksaan satu kelompok kepada kelompok lain. Agama bagi Islam adalah keyakinan yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Apa yang baik dan buruk sudah sangat jelas diperlihatkan Allah dalam ayat-ayat-NYA, baik yang tersurat dalam Al-Qur’an maupun yang tersirat dalam alam ciptaan Tuhan. Manusia tinggal melihat, memahami, mempercayai dan meyakininya melalui proses berpikir yang benar. Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa saja, termasuk dengan umat beragama lain sepanjang kerja sama dilakukan untuk kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang harus berusaha untuk saling menguntungkan dan tidak melanggar hukum. Umat Islam dituntut untuk melakukannya dengan baik dan adil.
DR. Aidh Al-Qarni dalam bukunya yang berjudul LA TAHZAN (JANGAN BERSEDIH!), menyatakan, ”Sungguh menderita manusia yang tidak memahami Islam dan tak mendapat petunjuk untuk memeluknya. Islam membutuhkan promosi dari kaum muslimin dan orang-orang yang mendukungnya. Islam butuh iklan yang mendunia. Sebab Islam adalah sebuah kabar agung. Dan seruan kepada Islam, hendaknya sesuatu yang bermutu: bernilai tinggi, sistematis dan penuh daya tarik. Sebab kebahagiaan manusia tak akan ditemukan, kecuali dalam agama yang benar dan abadi ini. Manusia zaman sekarang kerap bingung. Mereka sangat membutuhkan agama yang agung ini agar mereka bisa menikmati rasa aman, kedamaian dan ketenangan”.
Dr. Ahmad Al-Mazyad : “Islam adalah satu-satunya agama yang telah menggariskan metode kehidupan secara utuh. Di dalamnya diatur segala urusan dan segala aspek kehidupan. Ia bukan metode bikinan manusia yang mengandung unsur benar dan salah, akan tetapi metode Illahi yang dapat mengantarkan orang yang mengikutinya kepada kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman jiwa di dunia, serta sukses meraih surga dan menggapai kenikmatan abadi pada hari kiamat. Allah SWT. Berfirman : “Kami tidak menyia-nyiakan sesuatupun dalam al-Kitab (Al-Qur’an)”
Drs. H. Syafruddin Amir, MM menulis dalam bukunya yang berjudul HIV/AIDS dalam solusi Islam : “Sejak lama berbagai solusi telah dikeluarkan untuk mengatasi gerak laju HIV/AIDS. Bagi mereka yang berisiko tinggi melalui kontak seksual, disarankan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Solusi ini mengundang kontroversi karena dianggap melegalkan perzinaan. Bahkan, pakar kejiwaan, seperti Prof. Dr. Dadang Hawari, terkenal gencar menentang solusi tersebut. Dalam salah satu pernyataannya, ia mengatakan bahwa virus HIV lebih kecil dibandingkan pori-pori kondom. Adapun bagi pengguna narkotika suntik, kerapkali didengung-dengungkan solusi bahwa penggunaan jarum suntik tidak dilakukan secara bersama-sama. Jarum suntik hanya boleh digunakan oleh pribadi yang bersangkutan. Namun, sekali lagi solusi ini juga mengundang kontroversi karena bagaikan mengesahkan penggunaan narkotika di kalangan masyarakat. Di luar tingkat keberhasilannya, sejatinya kedua solusi tersebut hanya berjangka pendek. Ibarat pohon yang terkena parasit, hanya dipotong dahan dan dedaunannya yang tampak kering, tidak keseluruhannya, tidak juga mencapai akar-akarnya sehingga tak heran apabila bagian lain pun bisa segera terkena parasit. Berbagai solusi telah ditawarkan, baik oleh para cendekiawan maupun ahli medis bahwa untuk mengatasi penyebaran dan gerak laju HIV/AIDS, seperti yang telah diuraikan tadi, mulai dari penggunaan kondom bagi yang berisiko tinggi, menghindari penggunaan jarum suntik secara bersama-sama bagi pengguna narkoba, hingga berbagai alternative lainnya. Namun, hal itu selalu saja mengundang kontroversi dan perbedaan sudut pandang. Mengapa hal itu bisa terjadi? Sekali lagi, solusi yang ditawarkan tersebut jelas tidak menyentuh akar masalah yang dihadapi, tetapi hanya bersifat jangka pendek. Padahal, solusi yang dibutuhkan adalah bagaimana caranya menghindarkan masyarakat dari penyakit HIV/AIDS tersebut dengan pola hidup yang baik, benar, beradab, bukan memberi solusi dengan memunculkan masalah baru. Misalnya, menggunakan kondom mungkin aman, tetapi apa jadinya kalau prostitusi malah semakin menjadi-jadi. Atau, menggunakan jarum suntik hanya untuk pribadi dan sekali pun memang aman, namun bagaimana jika dengan hal itu penggunaan narkoba jenis suntik malah menjadi marak. Belum lagi kita bisa memperoleh vaksin atau obat yang bisa mengatasi HIV/AIDS, masalah sosial baru sudah pasti akan timbul. Dalam hal ini, untuk mengatasi sesuatu, harus dicari faktor penyebab utamanya. Karena itu, di sinilah titik tolak solusi itu ditawarkan. Jika faktor penyebab itu tidak dikaji lebih dulu, tindakan apa pun yang dilakukan hanya akan bersifat sementara. Kita lihat bahwa sebagian besar penyebab HIV/AIDS adalah karena berhubungan seks di luar nikah atau faktor berzina. Karena itu, upaya untuk menanggulanginya yang efektif adalah mencegah perzinaan itu sendiri. Mustahil dapat diatasi jika zina itu mewabah di tengah-tengah masyarakat, apabila dilegalkan dengan membuat lokalisasi. Karena itu, sebaiknya kita mencegahnya daripada mengobati. Artinya, menghilangkan sebab lebih baik dari mengobati penyakit yang diakibatkan oleh sebab itu sendiri”
Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya yang berjudul ESQ, menulis : “Prinsip-prinsip yang tidak Fitrah umumnya berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriyah ataupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani, hanya mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran. Prinsip-prinsip buatan manusia itu sebenarnya adalah suatu upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Mereka umumnya hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja, tidak menyeluruh, sehingga akhirnya menciptakan suatu ketidakseimbangan, meskipun pada akhirnya keseimbangan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, tanpa menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya yang juga memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya. Hanya berprinsip pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan hakiki. Berprinsip dan berpegang teguh pada sesuatu yang labil, niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula”
Dr. H. Syamsu Yusuf, LN. M.Pd. dalam bukunya yang berjudul MENTAL HYIGIENE ‘Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama’ menulis : Terkait dengan dampak ditinggalkannya agama terhadap kehidupan manusia, Tarmizi Taher dalam ceramahnya yang berjudul “Peace, Prosperity, and Religious Harmony in The 21 century: Indonesian Muslim Perspektives” di George town AS, mengemukakan bahwa akibat disingkirkannya nilai-nilai agama dalam kehidupan modern, kita menyaksikan semakin meluasnya kepincangan sosial, seperti : merebaknya kemiskinan, dan gelandangan di kota-kota besar; mewabahnya pornografi dan prostitusi; HIV/AIDS; meratanya penyalahgunaan obat bius, kejahatan terorganisasi, pecahnya rumah tangga hingga mencapai 67 % di negara-negara modern; kematian ribuan orang karena kelaparan di Afrika dan Asia, di tengah melimpahnya barang konsumsi di sementara bagian belahan dunia utara (Suara Pembaharuan, 27 Nopember 1997).
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA (Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI), mengatakan : ”Agama adalah Solusi yang tepat bagi penanganan Korban narkoba. Penanggulangan masalah moral, sosial, dan kemanusiaan melalui program berbasis agama adalah solusi paling baik dan tepat untuk dilakukan dalam kondisi apa pun. Karena agama menjadi faktor penting dalam membangun watak, kepribadian dan kesalehan bagi umat manusia”
RM. Lambertus Somar MSC : ”Recovery plan (rencana perawatan) pecandu perlu holistik, menyangkut raganya, mentalnya, rohaninya, dan sosialnya. Agama menyentuh manusia dalam dimensi rohaninya dan mengarahkannya kepada Tuhan serta hidup selepas kematian. Agama menawarkan ”syalom” atau kepenuhan damai sejahtera yang mencakup masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, termasuk hidup pasca dunia. Spiritualitas memberikan artikulasi pada pengkhayatan nilai-nilai hidup dan sekaligus determinasi untuk merubah diri”
Carl G. Jung (Ahli Psikoanalisis dari Jerman) mengemukakan sebagai berikut : Selama tiga puluh tahun yang lalu, pribadi-pribadi dari berbagai bangsa di dunia telah mengadakan konseling denganku dan akupun telah banyak menyembuhkan pasien, tidak kudapatkan seorang pasien pun diantara pasien yang telah berada pada penggal kedua umur mereka, yakni dari 35 tahun yang problem esensialnya bukan kebutuhan akan wawasan agama tentang kehidupan.
Arnold Toynbee (sejarawan Inggris) mengemukakan bahwa krisis yang diderita orang-orang Eropa pada jaman modern ini pada dasarnya terjadi karena kekeringan rohaniah, dan terapi satu-satunya bagi derita yang sedang mereka alami ialah kembali kepada agama.
Zakiah Daradjat (1982 : 58) mengemukakan bahwa “apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tentram, bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi”.
Henry Link (ahli ilmu jiwa Amerika) menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya yang lama dalam menerapkan percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi-pribadi yang tidak beragama yang sama sekali tidak menjalankan suatu ibadah
Shelley E. Taylor (1994 : 227) mengemukakan beberapa hasil penelitian para ahli tentang dampak positif agama, atau keimanan kepada Tuhan terhadap kesehatan mental dan kemampuan mengatasi stress, yang diantaranya sebagai berikut :
- Palaotzian & Kirkpatrick (1995) mengemukakan bahwa agama (keimanan) dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu individu untuk mengatasi stress.
- Elisson (1991) mengemukakan bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang. Orang-orang yang kuat keimanannya kepada Tuhan lebih bahagia dalam hidupnya, dan lebih sedikit mengalami dampak negatif dari peristiwa kehidupan yang traumatik dibandingkan dengan orang-orang yang rendah keimanannya kepada Tuhan (tidak melaksanakan ajaran agama)
- Koenig dkk (1988) mengemukakan bahwa banyak orang yang secara spontan melaporkan bahwa agama sangat menolong dirinya pada saat mengatasi stress.
- McIntosh dkk (1993) telah melakukan penelitian terhadap para orang tua yang kehilangan anaknya, karena kematian secara tiba-tiba, dengan melihat dua hal, yaitu : keyakinannya bahwa agama sebagai sistem keyakinan dan keaktifannya di gereja. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka dapat menerima kenyataan tersebut secara wajar. secara lebih khusus, mereka mendapatkan dukungan sosial, dan lebih mampu mengambil hikmah (makna) dari peristiwa kehilangan tersebut.
- McCullough dkk (2000) mengemukakan bahwa keyakinan beragama dapat memperpanjang usia.
- Seybold & Hill (2001) agama itu bukan hanya sebagai bagian hidup yang bermakna, tetapi juga memberikan keuntungan dalam mengembangkan mental yang sehat.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa agama.
Ibnu Al-Qayyim : ”Ada hal lain dari petunjuk Rosul, yang bila dibandingkan dengan ilmu kedokteran tenaga medis pada umumnya, seperti perbandingan ilmu kedokteran dengan ilmu pengobatan orang-orang awam. Hal ini sudah diakui oleh kalangan cerdik pandai dan tokoh-tokoh ilmu kedokteran yang ada. Sebagian di antara mereka menyatakan bahwa ilmu kedokteran yang mereka miliki adalah ‘analogi’. Ada juga yang berpendapat bahwa ilmu kedokteran mereka adalah eksperimen. Ada juga yang berani mengatakan bahwa ilmu kedokteran mereka adalah wangsit dan prediksi yang tepat. Ada juga yang menyatakan bahwa banyak dari ilmu kedokteran diadopsi dari hewan ternak. Seperti yang kita lihat bahwa kucing-kucing hutan apabila sempat memakan binatang-binatang beracun segera mendekati pelita dan menjilati minyaknya untuk mengobati dirinya. Kita juga bisa melihat ular yang baru keluar dari dalam tanah kalau pandangan matanya kabur, segera mendekati daun razyang lalu mengelebatkan matanya di depan daun tersebut. Seperti juga seekor burung yang suhu tubuhnya terlalu panas segera membenamkan diri ke dalam laut. Dan banyak lagi contoh lain yang disebutkan dalam dasar-dasar ilmu kedokteran. Bagaimana mungkin semua teori kedokteran semacam itu bisa dibandingkan dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rosul-NYA yang menjelaskan apa yang mendatangkan manfaat dan mendatangkan bahaya. Perbandingan antara ilmu kedokteran yang mereka miliki dengan wahyu seperti perbandingan antara ilmu-ilmu yang mereka miliki dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh para nabi. Bahkan ajaran para nabi mengandung unsur pengobatan terhadap banyak penyakit yang belum bisa diungkap oleh otak para pakar ilmu kedokteran terhebat sekalipun; belum bisa dicapai oleh pengetahuan, eksperimen dan analogi mereka. Yakni pengobatan penyakit hati dan penyakit ruhani, memperkuat ketahanan jiwa, rasa bersandar dan tawakal kepada Allah, berpulang kepada hukum-NYA, merendahkan diri di hadapan-NYA, selalu bersedekah, berdo’a, bertaubat, istighfar, berbuat baik kepada sesama, menolong orang susah, menghilangkan kesulitan orang lain dan sebagainya. Semua bentuk pengobatan ini telah dicoba oleh berbagai bangsa dengan segala jenis agama mereka, ternyata mereka mendapatkan bentuk-bentuk pengobatan semacam itu memiliki pengaruh untuk kesembuhan dalam batas yang tidak pernah dicapai pengetahuan medis di kalangan dokter dengan segala eksperimen dan analogi mereka”.
Mengikuti Jalan Islam tidak sesulit yang dibayangkan oleh orang-orang. Banyak pula orang-orang Barat yang kita kagumi nasihatnya – disadari atau tidak – ternyata mereka juga mengembangkan ajaran Islam. Contohnya adalah seperti cerita nara sumber buku Mukjizat Gerakan Sholat, “Steven Covey mengembangkan 7 kebiasaan yang sangat efektif dalam meningkatkan kualitas hidup kita, bahkan sekarang telah menjadi 8, dengan tambahan “Keagungan” sebagai habit yang menembus wilayah Illahiyah. Kursus yang menghabiskan biaya besar ini pernah diikuti nara sumber, dan dapat sertifikat serta plakatnya, ternyata sangat sederhana dan membuat kita menjadi malu, karena sama persis dengan ajaran Islam”.
Gerakan –mengangkat kedua tangan- takbirotul ihram dalam sholat apabila dikembangkan ternyata hasilnya sangat baik untuk mengembalikan dan membangkitkan semangat seperti bagian dari teknik guncang bumi-nya Tung Desem Waringin. Jika kita mencari kebaikan dan kebenaran, pasti akhirnya sesuai dengan ajaran Islam. Islam adalah agama Universal dan untuk segenap manusia. mungkin Penjelasan satu ayat Al-Qur’an atau Hadis Nabi yang membingungkan di suatu negeri, ada di negeri yang lain, ada di suku bangsa lain, atau ada di manusia yang lain. Karena itu kita harus saling mengenal. Misalnya, untuk mengetahui bahwa pengamalan ajaran Islam menyehatkan Fisik, mental dan lingkungan hidup, salah satu caranya adalah mempelajari ilmu kedokteran Tiongkok terutama Teori Wu Sing.
Belajar kepada yang kita anggap cendekiawan Muslim, bukan berarti kita bebas dari penyesatan. Belajar kepada non Muslim, bukan berarti mereka selalu dalam kesesatan; biasanya hanya aqidahnya saja yang kurang tepat. Hanya saja kita tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist (Sunnah). Al-Qur’an hanya setebal satu buku tapi membahas segalanya dan satu Hadist hanya sependek bait. menurut saya, memang sengaja dibuat begitu agar kita mau bersatu untuk mempelajari, memahami, mengembangkan, dan berusaha mencari penjelasannya dengan menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai penuntun.
Bagi non muslim yang ingin mengetahui lebih banyak informasi tentang Agama Islam, silahkan mengunjungi www.mualaf.com, www.muslimtionghoa.com, Atau Yayasan H Karim Oei yang beralamat di Jl Lautze 87 – 89 Pasar Baru Jakarta Pusat. No. Telepon 021-629-6086 dengan Ibu Hj. Anna
[1] James Arthur Ray pernah tampil bersama dan melakukan presentasi bersama para ahli keberhasilan dan peningkatan diri yang paling hebat di Amerika Serikat- termasuk orang-orang terkemuka seperti : Zig Ziglar, Robert Schuller, Robert Kiyosaki, Tonny Robbins, Brian Tracy, Denis Waitley, Harv Eker, Howard Putnam, Jack Canfield, dan Jhon Gray. Dalam bukunya yang berjudul The Science of Success “Rahasia sukses dengan memanfaatkan hukum-hukum universal”, menulis : Saya telah mencari prinsip-prinsip yang membuat orang-orang berhasil, sehingga kita semua dapat menggunakan prinsip-prinsip itu agar kita menjadi orang yang kita inginkan, untuk memberikan konstribusi unik kita kepada dunia, dan untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan impian kita. Saya telah menghabiskan dua puluh tahun untuk mempelajari beberapa dari orang-orang yang paling berhasil di dunia : orang-orang yang berhasil bukan hanya secara finansial dan dalam bisnis, tetapi juga dalam kehidupan pribadi, sosial, dan spiritual. Saya membaca segala sesuatu yang saya dapatkan, dari naskah-naskah kuno sampai filsafat, psikologi, spiritualitas kontemporer, dan bahkan fisika kuantum. Karunia saya adalah menjadi seseorang yang menyatukan dan mengajarkan. Saya telah menerima semua informasi dan melakukan riset ini, dan memperhatikannya dari sudut kehidupan orang-orang yang berhasil dan pengalaman saya sendiri bekerja dengan orang-orang. Buku The Science of Succsess adalah hasilnya. Ilmu sukses membuat prinsip-prinsip universal keberhasilan menjadi tersedia bagi semua orang dan praktis. Setiap orang di atas muka bumi ini dapat menerapkan ilmu ini, dan ilmu ini akan membuat mereka berhasil setiap saat. Itu karena Ilmu sukses bekerjasama dengan hukum universal, hukum yang mendasar dan kuat sama seperti hukum gravitasi. Jika Anda menggunakan hukum ini, saya jamin Anda akan berhasil- setiap waktu, dan dalam usaha apa pun yang Anda lakukan- sama pastinya dengan sebuah pensil akan jatuh ke bawah dan bukan ke atas ketika Anda melepaskannya. Orang-orang yang menang dan sukses secara konsisten menerapkan hukum dan prinsip-prinsip ini, baik secara sadar maupun tidak. Setelah Anda memahami Ilmu sukses, Anda dapat memilih menggunakannya secara sadar. Dengan demikian, Anda menjamin keberhasilan Anda.
[2] ”Kesehatan dan kebahagiaan adalah hasil dari hidup selaras dengan alam, sementara penyakit adalah akibat dari tindakan, pikiran, dan hidup dalam pola yang tidak selaras. Jika, karena kemauan kita, kita memilih untuk tidak selaras dengan lingkungan kita, penyakit akan terjadi sebagai suatu proses alamiah untuk memulihkan keseimbangan. Oleh karena itu, cara paling fundamental untuk menyembuhkan penyakit adalah mengembalikan diri kita ke arah kondisi yang selaras dengan alam semesta” (Michio Kushi, Pakar Makrobiotika Dunia)
by. Islam Adalah Agama Universal
Labels:
Khalifah Bumi
Thanks for reading Islam Adalah Agama Universal. Please share...!
0 Comment for "Islam Adalah Agama Universal"