Banyak para spiritualis yang sering mengeluhkan tentang terjadinya kemandegan perjalanan spiritual mereka. Oleh karena itu saya bawakan di sini sedikit cuplikan kalimat hikmah dari Kitab Al Hikam, semoga bisa menjadi obat dan penawar bagi hati yang sedang resah.
NIAT AWAL
“Siapa yang cemerlang di awal penempuhannya akan cemerlang pula di akhir perjalannya.” Kecemerlangan ruhani dengan niat suci bersama Allah dalam awal perjalanan hamba, adalah wujud pantulan Cahaya yang diterima hambaNya, karena yang bersama Allah awalnya akan bersama Allah di akhirnya. ► artinya adalah mengenai keikhlasan hati. Siapa yang dulu niat awal belajar spiritual karena di dorong hasrat hati untuk menemukan jati diri dan ikhlas karena Allah, maka akan selalu bersama Allah sampai kapanpun. Namun siapa yang masuk karea ingin mengejar kemampuan supranatural, kesaktian, kehebatan, dll, maka dia mandeg dan bahkan akan terputus ditengah jalan.
HAL, MAQOM, & PENINGKATAN MAQOM SPIRITUAL
Hal adalah pengalaman hati tentang hakikat , berupa karunia pengalaman ghaib, kemampuan ghaib, munculnya potensi diri, dll. Hal tidak dapat di temukan dalam amal dan juga ilmu. Tidak dapat dikatakan bahwa praktek menurut tarekat tasauf menjamin seseorang murid memperoleh hal. Latihan secara tarekat tasauf hanya menyucikan hati agar hati itu menjadi WADAH yang sesuai untuk menerima kedatangan hal-hal (ahwal). Hal hanya diperoleh karena anugerah Allah s.w.t.
Perlu difahami bahawa seseorang hamba tidak mungkin berjumpa dengan Tuhan jika Tuhan tidak mahu bertemu dengannya. Tetapi, jika Tuhan mahu menemui seseorang hamba maka dia akan dipersiapkan agar layak berhadapan dengan Tuhan pada pertemuan yang sangat suci dan mulia. Jika seorang hamba didatangi kecenderungan untuk menyucikan dirinya, itu adalah tanda bahawa dia diberi kesempatan untuk dipersiapkan agar layak dibawa berjumpa dengan Tuhan. Hamba yang bijaksana adalah yang tidak melepaskan kesempatan tersebut, tidak menunda-nunda kepada waktu yang lain. Dia tahu bahawa dia menerima undangan dari Tuhan Yang Maha Mulia, lalu dia menyerahkan dirinya untuk dipersiapkan sehingga kepada tahap dia layak menghadap Tuhan sekalian alam. MAQOM di mana hamba dipersiapkan ini dinamakan aslim atau menyerah diri sepenuhnya kepada Tuhan. Tuhan yang tahu bagaimana mahu mempersiapkan hamba yang Dia mahu temui. Tujuan amalan tarekat tasauf ialah mempersiapkan para hamba agar berkeadaan bersiap sedia dan layak untuk dibawa berjumpa dengan Tuhan (memperolehi makrifat Allah s.w.t). Walaupun hal merupakan anugerah Allah s.w.t semata-mata, tetapi hal hanya mendatangi hati para hamba yang bersedia menerimanya.
Murid atau salik yang memperolehi hal akan meningkatkan ibadatnya sehingga suasana yang dicetuskan oleh hal itu sebati (manunggal) dengannya dan membentuk keperibadian yang sesuai dengan cetusan hal tersebut. Hal yang menetap itu dinamakan maqom, Hal yang diperolehi dengan anugerah bila diusahakan akan menjadi maqom. Misalnya, Allah s.w.t mengizinkan seorang salik mendapat hal di mana dia merasai bahawa dia sentiasa berhadapan dengan Allah s.w.t, Allah s.w.t melihatnya zahir dan batin, mendengar ucapan lidahnya dan bisikan hatinya. Salik memperteguhkan daya rasa tersebut dengan cara memperkuatkan amal ibadat yang sedang dilakukannya sewaktu hal tersebut datang kepadanya, sama ada ianya sembahyang, puasa atau zikir, sehingga daya rasa tadi menjadi sebati dengannya. Dengan demikian dia mencapai makam ihsan. Jadi ketika karunia dari Allah yang telah kita dapatkan itu telah menyatu dan manunggal dengan diri pribadi kita maka artinya karunia tersebut telah menjadi maqom kita.
Satu sifat alami manusia adalah tergesa-gesa, tidak hanya dalam hal duniawi malah dalam hal Spiritualitas juga. Salik yang rohaninya belum mantap masih dibaluti oleh sifat-sifat kemanusiaan. Bila dia mengalami satu 'HAL' dia akan merasakan nikmatnya. Rindulah dia untuk menikmati 'HAL' yang lain pula. Lalu dia memohon kepada Allah agar diubah 'HAL'-nya. Jika 'HAL' yang datang tidak diperteguhkan ia tidak menjadi MAQOM. Bila hal berlalu ia menjadi kenangan, tidak menjadi kepribadian. Meminta perubahan ke hal yang lain adalah tanda kekeliruan dan dapat menghambat perkembangan kerohanian.
Kekuatan yang paling utama adalah berserah kepada Allah, reda dengan segala kehendakNya. Biarkan Allah Yang Maha Mengerti mengelola kehidupan kita. Sebaik-baik perbuatan adalah menjaga maqom yang kita sedang berada di dalamnya. Jangan meminta maqom yang lebih tinggi atau lebih rendah. Mendekati Allah mendekati bahaya yang besar, yaitu dibuang keluar dari majlis-Nya siapa yang tidak tahu menjaga kesopanan bermajlis dengan Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Karena itu, tunduklah kepada kemuliaan-Nya dan bertawakallah kepada kebijaksanaan-Nya, niscaya Dia akan mengelola keamanan dan kesejahteraan para hamba-Nya.
Jadi kesimpulannya, terjadinya stagnansi peningkatan spiritual itu belumlah tentu berarti suatu kemandegan. Namun hal itu bisa berarti sedang terjadi proses peneguhan atau pemanunggalan/peleburan karunia tersebut ke dalam diri kita. Sehingga seharusnyalah kita menjadi lebih sabar dalam menjalaninya serta lebih memperbanyak rasa syukur kita dengan menggunakan karunia yang telah kita peroleh itu sesuai dengan jalan yang benar yaitu sesuai dengan fungsinya. Sehingga proses peleburan karunia dengan diri pribadi kita dapat berjalan dengan lebih cepat.
Dan bukannya malah menjadi salah tingkah, menjadi resah dan gelisah, sehingga malah membatalkan dan mengganggu proses peneguhan Karunia tersebut. Demikianlah sedikit ulasan dari kami semoga manfaat adanya. Wallahu a'lam...
NIAT AWAL
“Siapa yang cemerlang di awal penempuhannya akan cemerlang pula di akhir perjalannya.” Kecemerlangan ruhani dengan niat suci bersama Allah dalam awal perjalanan hamba, adalah wujud pantulan Cahaya yang diterima hambaNya, karena yang bersama Allah awalnya akan bersama Allah di akhirnya. ► artinya adalah mengenai keikhlasan hati. Siapa yang dulu niat awal belajar spiritual karena di dorong hasrat hati untuk menemukan jati diri dan ikhlas karena Allah, maka akan selalu bersama Allah sampai kapanpun. Namun siapa yang masuk karea ingin mengejar kemampuan supranatural, kesaktian, kehebatan, dll, maka dia mandeg dan bahkan akan terputus ditengah jalan.
HAL, MAQOM, & PENINGKATAN MAQOM SPIRITUAL
JANGAN MEMINTA KEPADA ALLAH S.W.T SUPAYA DIPINDAHKAN DARI SATU HAL KEPADA HAL YANG LAIN, SEBAB JIKA ALLAH S.W.T MENGKEHENDAKI DIPINDAHKAN KAMU TANPA MERUBAH KEADAAN KAMU YANG LAMA.
Hal adalah pengalaman hati tentang hakikat , berupa karunia pengalaman ghaib, kemampuan ghaib, munculnya potensi diri, dll. Hal tidak dapat di temukan dalam amal dan juga ilmu. Tidak dapat dikatakan bahwa praktek menurut tarekat tasauf menjamin seseorang murid memperoleh hal. Latihan secara tarekat tasauf hanya menyucikan hati agar hati itu menjadi WADAH yang sesuai untuk menerima kedatangan hal-hal (ahwal). Hal hanya diperoleh karena anugerah Allah s.w.t.
Perlu difahami bahawa seseorang hamba tidak mungkin berjumpa dengan Tuhan jika Tuhan tidak mahu bertemu dengannya. Tetapi, jika Tuhan mahu menemui seseorang hamba maka dia akan dipersiapkan agar layak berhadapan dengan Tuhan pada pertemuan yang sangat suci dan mulia. Jika seorang hamba didatangi kecenderungan untuk menyucikan dirinya, itu adalah tanda bahawa dia diberi kesempatan untuk dipersiapkan agar layak dibawa berjumpa dengan Tuhan. Hamba yang bijaksana adalah yang tidak melepaskan kesempatan tersebut, tidak menunda-nunda kepada waktu yang lain. Dia tahu bahawa dia menerima undangan dari Tuhan Yang Maha Mulia, lalu dia menyerahkan dirinya untuk dipersiapkan sehingga kepada tahap dia layak menghadap Tuhan sekalian alam. MAQOM di mana hamba dipersiapkan ini dinamakan aslim atau menyerah diri sepenuhnya kepada Tuhan. Tuhan yang tahu bagaimana mahu mempersiapkan hamba yang Dia mahu temui. Tujuan amalan tarekat tasauf ialah mempersiapkan para hamba agar berkeadaan bersiap sedia dan layak untuk dibawa berjumpa dengan Tuhan (memperolehi makrifat Allah s.w.t). Walaupun hal merupakan anugerah Allah s.w.t semata-mata, tetapi hal hanya mendatangi hati para hamba yang bersedia menerimanya.
Murid atau salik yang memperolehi hal akan meningkatkan ibadatnya sehingga suasana yang dicetuskan oleh hal itu sebati (manunggal) dengannya dan membentuk keperibadian yang sesuai dengan cetusan hal tersebut. Hal yang menetap itu dinamakan maqom, Hal yang diperolehi dengan anugerah bila diusahakan akan menjadi maqom. Misalnya, Allah s.w.t mengizinkan seorang salik mendapat hal di mana dia merasai bahawa dia sentiasa berhadapan dengan Allah s.w.t, Allah s.w.t melihatnya zahir dan batin, mendengar ucapan lidahnya dan bisikan hatinya. Salik memperteguhkan daya rasa tersebut dengan cara memperkuatkan amal ibadat yang sedang dilakukannya sewaktu hal tersebut datang kepadanya, sama ada ianya sembahyang, puasa atau zikir, sehingga daya rasa tadi menjadi sebati dengannya. Dengan demikian dia mencapai makam ihsan. Jadi ketika karunia dari Allah yang telah kita dapatkan itu telah menyatu dan manunggal dengan diri pribadi kita maka artinya karunia tersebut telah menjadi maqom kita.
Satu sifat alami manusia adalah tergesa-gesa, tidak hanya dalam hal duniawi malah dalam hal Spiritualitas juga. Salik yang rohaninya belum mantap masih dibaluti oleh sifat-sifat kemanusiaan. Bila dia mengalami satu 'HAL' dia akan merasakan nikmatnya. Rindulah dia untuk menikmati 'HAL' yang lain pula. Lalu dia memohon kepada Allah agar diubah 'HAL'-nya. Jika 'HAL' yang datang tidak diperteguhkan ia tidak menjadi MAQOM. Bila hal berlalu ia menjadi kenangan, tidak menjadi kepribadian. Meminta perubahan ke hal yang lain adalah tanda kekeliruan dan dapat menghambat perkembangan kerohanian.
Kekuatan yang paling utama adalah berserah kepada Allah, reda dengan segala kehendakNya. Biarkan Allah Yang Maha Mengerti mengelola kehidupan kita. Sebaik-baik perbuatan adalah menjaga maqom yang kita sedang berada di dalamnya. Jangan meminta maqom yang lebih tinggi atau lebih rendah. Mendekati Allah mendekati bahaya yang besar, yaitu dibuang keluar dari majlis-Nya siapa yang tidak tahu menjaga kesopanan bermajlis dengan Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Karena itu, tunduklah kepada kemuliaan-Nya dan bertawakallah kepada kebijaksanaan-Nya, niscaya Dia akan mengelola keamanan dan kesejahteraan para hamba-Nya.
Jadi kesimpulannya, terjadinya stagnansi peningkatan spiritual itu belumlah tentu berarti suatu kemandegan. Namun hal itu bisa berarti sedang terjadi proses peneguhan atau pemanunggalan/peleburan karunia tersebut ke dalam diri kita. Sehingga seharusnyalah kita menjadi lebih sabar dalam menjalaninya serta lebih memperbanyak rasa syukur kita dengan menggunakan karunia yang telah kita peroleh itu sesuai dengan jalan yang benar yaitu sesuai dengan fungsinya. Sehingga proses peleburan karunia dengan diri pribadi kita dapat berjalan dengan lebih cepat.
Dan bukannya malah menjadi salah tingkah, menjadi resah dan gelisah, sehingga malah membatalkan dan mengganggu proses peneguhan Karunia tersebut. Demikianlah sedikit ulasan dari kami semoga manfaat adanya. Wallahu a'lam...
بسم الله الرحمن الرحم
رَبَّنَ أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At Tahrim 8)
Labels:
Tasawuf
Thanks for reading Kemandegan Spiritual. Please share...!
0 Comment for "Kemandegan Spiritual"