Dendam, mimpi dan cinta, ketiganya memiliki kekuatan yang sama untuk mendorong seseorang mencapai tujuan. Entah dari mana kekuatan tersebut berasal, namun meski tak selalu tujuan tercapai banyak yang rela melakukan berbagai hal atas nama ketiga kekuatan itu.
MAAF
Urusan maaf-memaafkan ini memang tidak mudah. Memaafkan karenanya selalu jadi medan penuh ketegangan antara “kebutuhan melupakan”, “naluri mengenangkan” dan “hasrat membayangkan masa depan”. Di sini bila saya boleh mengatakan memaafkan bukanlah tindak yang diam. Jembatan-jembatan terhubung dengan masa lalu, masa depan pun detik ini ketika memaafkan hendak dilakukan. Bukanlah hal yang rumit sebenarnya, meski tak juga terlampau mudah.
Pernah pula seorang teman lain berkata, “Aku memaafkanmu namun tak akan kulupakan.” Apakah boleh seperti itu? Ya, tentu saja boleh. Apa hak saya melarang-larang? Mungkin ketika maaf sudah diberikan namun ingatan tak juga lekang adalah saat sebuah kesalahan begitu besar dilakukan. Dan goresan luka, tertoreh begitu dalam. Tak hendak hilang tak mau pergi.
Kembali ke dendam, banyak cerita silat yang saya baca, film yang saya tonton bermula dari urusan dendam. Satu hal yang bisa saya garis bawahi, dendam tak pernah berhenti. Satu generasi akan diturunkan kepada generasi berikutnya, demikian seterusnya. Capai? Ya barangkali hanya keletihan yang menjadi muaranya. Namun tanyalah kepada mereka yang mendendam, apakah lelah, apakah letih akan menjadi penghalang?
Ada sebuah cerita tentang seorang anak yang diminta oleh ayahnya memaku pagar di depan rumahnya. Paku-paku itu menancap begitu kuat di pagar. Setelah habis seluruh paku dalam genggaman, ayahnya meminta agar satu per satu paku itu dicabut kembali. Paku itu memang telah hilang dari pagar, namun bekas-bekas tusukannya masih ada di sana, terpampang jelas di tubuh pagar. Sang ayah kemudian menjelaskan, bahwa ketika sebuah luka tercipta di hati seseorang, tak mungkin bisa dihilangkan. Meski sejuta maaf, beribu sesal sudah diucapkan….
Al Alamah Abadiy mengatakan bahwa makna “Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah” adalah karena-Nya bukan karena tujuan lain seperti ketertarikan dan berbuat baik. Diantara keharusan dalam mencintai karena Allah adalah mencintai para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Dan diantara syarat kecintaan mereka adalah mengikuti jejak-jejak dan menaati mereka.
Sedangkan makna “benci karena Allah” adalah karena perkara yang pantas untuk dibenci seperti kefasikan, kezhaliman, pelaku kemaksiatan. Ibnu Ruslan mengatakan didalam “Syarh as Sunan” bahwa didalamnya terdapat dalil bahwa diwajibkan bagi seseorang memiliki musuh yang dibencinya karena Allah sebagaimana diwajibkan baginya memiliki teman-teman yang dicintai karena Allah.
Lebih jelasnya bahwa jika engkau mecintai seseorang hendaklah karena orang itu menaati Allah dan menjadi kekasih Allah. Ketika orang itu bermaksiat terhadap-Nya maka anda harus membencinya karena ia telah bermaksiat terhadap Allah dan menjadi orang yang dibenci Allah. Barangsiapa yang mencintai karena satu sebab maka sudah seharusnya dia membenci hal-hal yang bertentangan dengan sebab itu. kedua sifat ini sudah menjadi kelaziman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dan dia mejadi tuntutan didalam mencintai dan membenci didalam kebiasaannya. (Aunul Ma’bud juz XII hal 248)
Tidak disangsikan bahwa kecintaan seseorang kepada orang lain karena Allah swt adalah buah dari kecintaan dirinya kepada Allah swt. Karena seseorang yang mencintai Allah swt diharuskan pula untuk mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan mereka dicintai oleh-Nya.
Ketika seseorang mencintai saudaranya karena Allah maka ia akan tetap mencintainya selama Allah mencintai orang itu dikarenakaan amal-amal shalehnya sebaliknya ketika Allah membencinya dikarenakan maksiat-maksiatnya maka dia pun akan membenci orang itu. Kecintaannya bukanlah karena hal-hal duniawi, seperti : harta, jabatan, kedudukan, nasab atau sejenisnya.
Berbahagialah seseorang yang mampu melakukan hal ini karena ia menjadi bukti benarnya keimanan dan keislamannya. Imam Malik mengatakan bahwa kecintaan karena Allah swt adalah diantara kewajiban keislaman seseorang.
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."
Para ulama mengatakan bahwa makna dari “manisnya iman” adalah merasakan kelezatan didalam ketaatan dan mengemban beban-beban didalam mendapatkan ridho Allah dan Rasul-Nya saw dan lebih mendahulukan keredhoan tersebut daripada perhiasan-perhiasan dunia.
MAAF
Urusan maaf-memaafkan ini memang tidak mudah. Memaafkan karenanya selalu jadi medan penuh ketegangan antara “kebutuhan melupakan”, “naluri mengenangkan” dan “hasrat membayangkan masa depan”. Di sini bila saya boleh mengatakan memaafkan bukanlah tindak yang diam. Jembatan-jembatan terhubung dengan masa lalu, masa depan pun detik ini ketika memaafkan hendak dilakukan. Bukanlah hal yang rumit sebenarnya, meski tak juga terlampau mudah.
Pernah pula seorang teman lain berkata, “Aku memaafkanmu namun tak akan kulupakan.” Apakah boleh seperti itu? Ya, tentu saja boleh. Apa hak saya melarang-larang? Mungkin ketika maaf sudah diberikan namun ingatan tak juga lekang adalah saat sebuah kesalahan begitu besar dilakukan. Dan goresan luka, tertoreh begitu dalam. Tak hendak hilang tak mau pergi.
Kembali ke dendam, banyak cerita silat yang saya baca, film yang saya tonton bermula dari urusan dendam. Satu hal yang bisa saya garis bawahi, dendam tak pernah berhenti. Satu generasi akan diturunkan kepada generasi berikutnya, demikian seterusnya. Capai? Ya barangkali hanya keletihan yang menjadi muaranya. Namun tanyalah kepada mereka yang mendendam, apakah lelah, apakah letih akan menjadi penghalang?
Ada sebuah cerita tentang seorang anak yang diminta oleh ayahnya memaku pagar di depan rumahnya. Paku-paku itu menancap begitu kuat di pagar. Setelah habis seluruh paku dalam genggaman, ayahnya meminta agar satu per satu paku itu dicabut kembali. Paku itu memang telah hilang dari pagar, namun bekas-bekas tusukannya masih ada di sana, terpampang jelas di tubuh pagar. Sang ayah kemudian menjelaskan, bahwa ketika sebuah luka tercipta di hati seseorang, tak mungkin bisa dihilangkan. Meski sejuta maaf, beribu sesal sudah diucapkan….
Mencintai karena Allah, membencipun karena Allah pula
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar berkata : Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”
Al Alamah Abadiy mengatakan bahwa makna “Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah” adalah karena-Nya bukan karena tujuan lain seperti ketertarikan dan berbuat baik. Diantara keharusan dalam mencintai karena Allah adalah mencintai para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Dan diantara syarat kecintaan mereka adalah mengikuti jejak-jejak dan menaati mereka.
Sedangkan makna “benci karena Allah” adalah karena perkara yang pantas untuk dibenci seperti kefasikan, kezhaliman, pelaku kemaksiatan. Ibnu Ruslan mengatakan didalam “Syarh as Sunan” bahwa didalamnya terdapat dalil bahwa diwajibkan bagi seseorang memiliki musuh yang dibencinya karena Allah sebagaimana diwajibkan baginya memiliki teman-teman yang dicintai karena Allah.
Lebih jelasnya bahwa jika engkau mecintai seseorang hendaklah karena orang itu menaati Allah dan menjadi kekasih Allah. Ketika orang itu bermaksiat terhadap-Nya maka anda harus membencinya karena ia telah bermaksiat terhadap Allah dan menjadi orang yang dibenci Allah. Barangsiapa yang mencintai karena satu sebab maka sudah seharusnya dia membenci hal-hal yang bertentangan dengan sebab itu. kedua sifat ini sudah menjadi kelaziman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dan dia mejadi tuntutan didalam mencintai dan membenci didalam kebiasaannya. (Aunul Ma’bud juz XII hal 248)
Tidak disangsikan bahwa kecintaan seseorang kepada orang lain karena Allah swt adalah buah dari kecintaan dirinya kepada Allah swt. Karena seseorang yang mencintai Allah swt diharuskan pula untuk mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan mereka dicintai oleh-Nya.
Ketika seseorang mencintai saudaranya karena Allah maka ia akan tetap mencintainya selama Allah mencintai orang itu dikarenakaan amal-amal shalehnya sebaliknya ketika Allah membencinya dikarenakan maksiat-maksiatnya maka dia pun akan membenci orang itu. Kecintaannya bukanlah karena hal-hal duniawi, seperti : harta, jabatan, kedudukan, nasab atau sejenisnya.
Berbahagialah seseorang yang mampu melakukan hal ini karena ia menjadi bukti benarnya keimanan dan keislamannya. Imam Malik mengatakan bahwa kecintaan karena Allah swt adalah diantara kewajiban keislaman seseorang.
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."
Para ulama mengatakan bahwa makna dari “manisnya iman” adalah merasakan kelezatan didalam ketaatan dan mengemban beban-beban didalam mendapatkan ridho Allah dan Rasul-Nya saw dan lebih mendahulukan keredhoan tersebut daripada perhiasan-perhiasan dunia.
0 Comment for "Dendam, Mimpi dan Cinta"